Princessa

 

Namaku Princessa.
Ibuku meninggal saat melahirkanku.
Karena itu, Ayahku sangat membenciku.
Beliau sama sekali tak ingin melihat wajahku.
Untung ada nenek yang sangat kusayangi.
Nenek merawatku, menggantikan Ibuku sejak aku bayi.
Apakah ada yang bisa kulakukan agar Ayah menyayangiku?

By : Anca Sulaiman
Published by : KOLONI

Berhubung di sini mati lampu dan hanya laptop sayalah yang bisa nyala, maka marilah kita mulai review hari ini. Buku yang berkesempatan nongol di postingan hari ini adalah Princessa karya Anca Sulaiman. Pertama kali saya ngliat sampulnya, saya ngga ngira kalau yang mbikin cowo XD. Sampul depan dihiasi dengan gambar anak perempuan dan bunga-bunga bertebaran, terkesan sangat manis.

Sebelum membaca komik Princessa ini, sayangnya (atau malah untungnya) saya sudah membaca review milik Peter Prabowo terlebih dulu. Maka, mari kita berharap supaya reviiewan kali ini tidak terpengaruh banget sama tulisannya Mas Peter. Ngga lucu aja gitu kalo isinya persis plek. Wkwkwkwk.

NB : hati-hati. Spoiler di sana sini.

FIRST IMPRESSION
Sampulnya…keren. Digarap secara manual dengan teknik yang emang bener-bener mangstab. Hati wanita mana yang tak terpikat melihat cover dengan warna lembut, background yang manis dan gerakan yang dinamis ini? Dari segicover, lolos deh. Sewaktu mendengar judulnya, yakni Princessa, rasanya ada yang mengganjal di hati saya. Tapi saya tepis ganjalan di hati itu dan berpikir, “Oh, mungkin ini cerita yang fairytale-like. Ada putrid-putrinya gitu. Lha cover depannya aja udah cewek” Membaca synopsis di belakangnya : “Namaku Princessa. Ibuku meninggal saat melahirkanku. Karena itu, ayahku sangat membenciku…dll”. Oke. Yang terlintas di pikiran saya adalah… ya… stereotip dongeng kanak-kanak di mana sang putrid cantik yang menderita, lalu diselamatkan oleh pangeran dan mereka hidup bahagia selama-lamanya. Dan pola stereotip yang muncul di kepala saya itu sedikit mengganggu saya ketika sedang menikmati isi ceritanya. Berbahagialah orang-orang yang tidak pernah baca dongeng atau nonton sinetron karena kalian masih bisa menganggap tipe cerita seperti ini sebagai sesuatu yang saat original.

ART
Gambarnya Anca manis. Memang cocok dengan tipe ceritanya yang cenderung sederhana dan (dalam sudut padang tertentu) bisa dicerna dengan mudah. Saya nggak tahan untuk tidak memuji sang penggambar sewaktu melihat beribu-ribu pointillism / efek titik-titik yang tersebar di beberapa halaman—semoga itu bukan tone. Garisnya rapid dan cukup enak untuk dilihat, walau di beberapa halaman ada garis-garis yang kelewat tebal/berat. Menurut pendapat saya sih, kalau garisnya distabilkan saja tanpa perlu main tebal-tipis kayaknya bisa jadi lebih bagus. Jadinya seperti Cardcaptor Sakura, mumpung gambar-gambar Anca udah mirip sama gambarnya CLAMP.

Hanya saja, ada satu bagian yang agak fatal yang mungkin sudah disinggung oleh beberapa reviewer sebelum saya : CHIBI. Chibi atau tokoh cebol akan terkesan lucu jika ditempatkan pada situasi yang tepat. Tapi jika digunakan berlebihan, rasanya malah jadi garing. Setelah membaca Princessa ini, saya malah mendapat kesan kalau si penggambar itu males membuat gambar longshot / sudut pandang jarak jauh. Terbukti dengan beberapa gambar longshot mayoritas diganti dengan chibi. Dan lagi… chibinya minim ekspresi, kesannya malah SEREM ;A;. Badannya guyank-guyank tapi mukanya datar /halahgapenting.

Ngomongin soal teknik penggambaran latar belakang, Anca kayaknya lebih jago nggambar pemandangan alam daripada bangunan XD. Gambar detil pohonnya bisa mbikin saya misuhSedang gambar bangunannya cuma sepotong-sepotong (jendelanya aja, pintunya aja, sedikit banget yang menggambarkan bangunan utuh. Bahkan ada satu gambar bangunan mewah yang hasil foto dengan kontras yang ditinggikan). Mungkin itu sebabnya saya lebih suka gambar di cerita kedua, Negeri Surga Katulistiwa, daripada Princessa. Cerita Princessa lebih menonjolkan setting bangunan daripada pemandangan alam, sayangnya sang komikus tampaknya kurang bisa menggambarkan bangunan dengan baik. Waktu si Princessa sakit, kalau si Nenek ngga bilang mereka lagi ada di rumah sakit, saya mungkin ngga akan tahu settingnya. Di cerita Negeri Surga Katulistiwa, gambar pemandangannya oke.

Anyway, satu lagi. Cerita Princessa mengambil setting di mana sih?? Ampuni saya yang mungkin tidak terlalu paham atau kurang bisa nangkap makna tersirat m(=w=)m. Beneran, saya ngga terlalu paham setting komik ini lebih tepatnya berada di mana. Rasanya seperti berada di dunia antah berantah campur Indonesia. Baju neneknya sih baju Jawa dan ada tukang es teler. Tapi identitas keIndonesiaannya cuma sekedar tempelan. Saya kurang paham tempat di mana ada padang rumput yang luas, daerah ‘lampu merah’ sekaligus perumahan mewah dengan kebun bunga berada dalam satu kompleks (Princessa ngga digambarkan lagi naik kendaraan apapun, jadi saya mengasumsikan kalau dia perlu kemana-mana tinggal jalan aja gituh). Sejujurnya, adegan padang rumput itu sempat mengingatkan saya pada komik Candy-candy. Tapi Candy-candy kan settingnya memang desa di pegunungan, jadi ya pas aja gitu. Di cerita Negeri Surga Katulistiwa, saya masih bisa paham mengenai setting-settingnya. Jaman itu memang belum banyak bangunan mewah, mungkin hanya satu-dua. Pemandangan didominasi dengan sungai kecil, pohon-pohon dan rumah bambu. Masih sangat mungkin untuk punya rumah di daerah berpadang rumput.

Itu pendapat saya sih. Boleh disanggah kok =w=;

STORY
Ada titipan pesen dari temen saya, Titan, yang bisa nyelesaiin baca komik ini dalam waktu 15 menit. Katanya, “gampang banget ditebak.” Well… kalau boleh saya menyimpulkan, merangkum dan memadatkan seluruh uneg-uneg saya setelah membaca komik Prinncessa ini, maka kesimpulan akhir saya adalah… ini komik untuk ANAK-ANAK.

OwO.

Yea.

Buat anak SD dan SMP awal deh. Pertama, karena alur ceritanya memang sederhana, tipikal dan (dari beberapa sudut pandang) mudah dicerna. Pesannya pun lugas dan jelas : cintailah orangtuamu ( coughwalaumerekajahatpadamucough ).Akhir yang ‘and they live happily ever after” dan kemunculan roh sang ibu yang menyerupai peri, yang menghidupkan Princessa lagi membawa daya tarik “wow, it’s miracle” yang biasanya disenengin anak-anak.

Tapi kalau buat remaja/dewasa, masih banyak bolongnya sih. Hm…

Sebenernya saya pengen tahu dulu, komik Princessa ini segmen pasarnya buat siapa. Kalau nantinya saya udah ngedumel panjang lebar padahal ternyata emang ditujukan buat anak-anak ya sia-sia aja saya ngomong.

Saya omongin aja deh. Ngga kuat ngampet. Hitung-hitung jadi masukan buat komikus, pembaca dan diri sendiri bahwa kalau bikin komik buat pasar apapun tetep kudu bikin yang jelas.

Oke.

Tema cerita : MENARIK. Perjuangan seorang anak untuk terus mencintai sang Ayah walau sang Ayah membenci keberadaannya. Dari sisi sang Ayah, dia juga tak bisa sepenuhnya di salahkan karena dia begitu mencintai sang istri dan masih belum bisa menerima kematiannya. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Juga tidak ada yang benar. Saya suka ini. Sangat manusiawi. Sayang, agak dirusak dengan keberadaan roh sang Ibu :D.

Why oh why saya bilang cerita ini rada ‘rusak’ alurnya?

Karena cerita yang begitu membumi tiba-tiba harus diselipi dengan sesuatu yang sangat ‘magical’ dan di luar nalar. Rasanya seperti makan sate tapi minumnya Sprite. Rada-rada ndak nyambung. Ada yang pernah mbaca komik Your White Feather dan Your Black Feather, serial cantik terbitan Jepang? Ceritanya sebelas dua belas dengan Princessa, berkisar tentang kematian dan orang yang meninggal yang masih ingin melakukan sesuatu di dunia. Ending-endingnya biasanya si arwah menyelamatkan orang yang masih hidup. Bedanya dengan Princessa adalah, dari awal kita memang sudah dikondisikan bahwa cerita-cerita di sana memang bertema “magical”, bahwa yang bakal terjadi di sana adalah sesuatu di luar nalar.

Kalau kekurangan-kekurangan lain, mungkin Cuma kecil-kecil aja. Seperti misalnya pada adegan sang Nenek ‘nari-nari ala artis Bolliwood’di bawah hujan. Apa adegan itu memang penting? Mari kita buat alur seperti ini :

* Hujan lebat
* Princessa dan Nenek kelabakan mengambil cucian sehingga terguyur hujan
* Nenek masuk angin
* Princessa mencari ayah untuk memberi tahu bahwa nenek masuk angin
* Ayah mengusir Princessa dengan kasar
* Princessa pulang dengan sedih
* Princessa ditabrak mobil dalam perjalanan pulang

See? Tanpa menambahkan adegan ‘menari-nari’ itu, alur cerita yang normal tetap bisa didapat bukan?

Trus ada kucing yang namanya ‘Pussy’. Oke, dalam membuat cerita, kita memang harus berhati-hati pada makna simbolis yang mungkin tersirat dalam sebuah nama, bentuk bangunan, tingkah laku dan sebagainya. Jangan sampai nama atau penggambaran identitas tersebut sampai punya makna ganda yang ‘tak diinginkan’. Buat orang yang nggak tahu, mereka akan nggak tahu. Buat orang yang tahu…ya, mereka bakal ngakak atau naekin alis setinggi-tingginya. Kalau ada kucing Indo, namain aja si Pus, Mpus atau Manis aja. Jangan Pussy. Jangan dikasih nama Anu juga. Kalau karakternya namanya Susi, jangan dipanggil ‘Su!’. Kalau settingnya di Jawa Timur, karakternya jangan dikasih nama ‘Chuck’.

Ngomong-ngomong, punya suami kaya Ahmad, asik juga ya :D. Suruh aja dia ngapain, pasti dilakuin. Maapin orang teh susah, tapi begitu disuruh sama arwah istrinya dia mau-mau aja. Bahkan sampai bilang, “izinkan Ayah mengganti kekejaman Ayah dengan cinta kasih yang berlimpah”. Wow. Untuk ke depannya, kalau saya jadi Princessa mungkin saya bakal bilang, “Ayah, tadi ibu datang dalam mimpi dan bilang kalau Ayah harus belikan baju baru buat Princessa” :DDDDD… mwahahahaha. Om Ahmad udah jadi anggota ISTI. Ikatan Suami Takut Istri.

About pemerhatikoloni

adalah salah satu pembaca Koloni, Komik Lokal Indonesia, yang ingin membagikan beberapa pendapatnya.
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

6 Responses to Princessa

  1. Archie says:

    ngakak abis waktu baca bagian suami takut istrinyah.. akakaka
    saya sedikit tertarik sama komik ini karena artnya..
    tapi mbegitu baca kalimat2 yang sangat sangat sangat jauh dari selera saya, jadi urung deh..

    ini komik yang bisa bikin orang kena diabetes saking manisnya.. =_=a

    tapi saya yakin ini komik pasti digandrungi anak SD yang juga ga kalah manisnya..
    soalnyah dulu pas sayah SD suka terkesima sama komik macam begini.. 🙂

    • sama Cie XD makanya saya bilang, ini kumik pas banget buat anak2 ABG ke bawah. Kapan Koloni mulai milah2 komik sesuai usianya ya 😀 habis kalo saya lihat, di Koloni mulai banyak banget macemnya. Luv, Krisan buat ABG. Satu Atap, 4hero (?) buat segala umur. SEER, Cermin Putih buat ABG ke atas. Hahahaha…

      Btw, si Anca ini puitis anyway. Terbukti ada banyak banget kalimat-kalimat indah, seperti:

      “Sepasang kekasih nggak pernah saling hidup bersama sepanjang yang mereka kehendaki, namun cinta mereka akan tetap hidup dengan pasangan yang ditinggalkan.”

      “Kenapa ya orang-orang baik cepat dipanggil menghadap Allah?” “Itu karena Allah lebih menyayangi mereka.”

      “Rasa cintaku sudah terkubur bersama dengan peti matinya”

      “Bicara soal pekerjaan seakan kau sudah mampu menyuapi dirimu sendiri, sedangkan aku… aku ibarat sampah benalu, kotoran yang ingin kau bersihkan di balik sifatmu yang dimanis-maniskan!”

      “…Princessa merasa ibarat segumpal kotoran di ujung sepatu. dan nggak seorangpun sayang dengan kotoran di ujung sepatu mereka kan?”

      Ndak banyak yang bisa menciptakan kalimat-kalimat semacam ini toh? 😛 (termasuksaya)

  2. Archie says:

    membaca kalimat2 itu…
    saya nggak tau harus terkesima ato merinding disko.. *A*

  3. anca says:

    hohohohohhoho..
    kalian berdua ada2 aja ^^
    @osa : thanks
    @archie : anca akan berusahalebih baik d proyek mendatang ^^

  4. Tulus lo Ca. Situ jgn dendem sm saya. 😀 wkwk

Leave a comment